Pangandaran, InfoPangandaran.id– Sarasa Pangandaran merasa sangat prihatin dan mengutuk keras adanya informasi tentang praktik mobilisasi siswa (anak didik) SMA di Kabupaten Pangandaran yang melibatkan anak didik dalam proses Pilkada Pangandaran beredar disalah satu akun media sosial (medsos).
Siswa-siswa tersebut diundang ke sebuah rumah di wilayah Pagergunung, yang diduga merupakan markas pendukung salah satu pasangan calon (Paslon), dengan tujuan mengarahkan pilihan politik mereka. Selain itu, kegiatan ini juga diwarnai pemberian uang saku dan surat pernyataan dukungan terhadap salah satu calon.
Praktek seperti ini sangat mengkhawatirkan, dan tidak dapat dibiarkan begitu saja. Kami melihat bahwa mobilisasi anak didik ini melanggar beberapa peraturan yang berlaku, di antaranya:
1. Peraturan Pelibatan Siswa dalam Politik: Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017 tentang Pelarangan Keterlibatan Siswa dalam Politik Praktis, siswa SMA sebagai pemilih pemula tidak boleh dimobilisasi oleh pihak manapun dalam kegiatan politik. Keterlibatan ini tidak hanya merusak netralitas pendidikan, tetapi juga mengkhianati semangat demokrasi yang seharusnya dijaga dengan baik.
2. Money Politics: Praktek pemberian uang saku kepada siswa juga masuk dalam kategori politik uang (money politics), yang jelas dilarang berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, terutama Pasal 187A yang menyebutkan bahwa pemberian uang atau imbalan kepada pemilih untuk mempengaruhi pilihannya adalah tindakan pidana. Sanksi bagi pelaku politik uang dalam Pilkada adalah hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Tedi Yusnanda N Direktur Eksekutif Sarasa Pangandaran, mengatakan, Praktek-praktek semacam ini sangat merusak kesadaran politik generasi muda yang seharusnya menjadi aset berharga bagi bangsa.
“Alih-alih memperkenalkan mereka pada politik yang sehat dan beretika, mobilisasi siswa SMA dalam Pilkada ini justru mengajarkan ketidakjujuran dan manipulasi. Kami sangat mengkhawatirkan dampak jangka panjang yang akan merusak mentalitas politik generasi muda yang diharapkan menjadi penerus cita-cita bangsa,” katanya via WA, Sabtu (17/09/2024).
Melihat fenomena ini, Sarasa Pangandaran mendesak KPU Pangandaran sebagai penyelenggara Pilkada, serta Bawaslu Pangandaran sebagai pengawas, agar tidak menutup mata, telinga, dan pikiran terhadap pelanggaran ini. Kami mendesak agar segera dilakukan investigasi yang mendalam untuk menemukan fakta dan bukti terkait mobilisasi ini.
“Selain itu, Kepala Dinas Pendidikan Pangandaran harus segera bertindak dengan melakukan penyelidikan terhadap sekolah-sekolah yang siswanya terlibat dalam praktek ini. Jika ditemukan pelanggaran, sanksi tegas harus diterapkan tanpa pandang bulu, mengingat tahapan Pilkada baru saja memasuki proses pendaftaran pasangan calon, dan pelanggaran ini sudah terjadi,” ujar Tedi
Sarasa Pangandaran dengan tegas meminta seluruh pihak terkait untuk:
1. Segera melakukan investigasi menyeluruh dan transparan terkait keterlibatan siswa SMA dalam mobilisasi politik, terutama dalam 3×24 jam.
2. Mengumumkan hasil investigasi tersebut kepada publik dengan transparansi penuh.
3. Menjatuhkan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang terbukti melakukan pelanggaran, baik secara administratif maupun pidana, guna menjaga integritas proses Pilkada dan masa depan generasi muda.
Tedi menambahkan, praktek-praktek seperti ini jelas mencederai demokrasi yang seharusnya berlandaskan kebebasan dan kejujuran. Selain itu, ini juga merupakan bentuk peracunan terhadap generasi muda yang harus dijauhkan dari politik kotor.
“Kami tidak ingin masa depan politik Pangandaran dan Indonesia hancur oleh kepentingan sesaat yang mengorbankan integritas anak didik,” imbuhnya
Sarasa Pangandaran, akan terus mengawal proses ini dan siap melaporkan setiap indikasi pelanggaran yang ditemukan.
“Ya kepada otoritas yang lebih tinggi jika tidak ada tindakan nyata dalam waktu yang telah ditetapkan,” pungkasnya
(Agus G/InfoPangandaran.id)